
NEWMEDAN.COM – Wali Kota Medan, Rico Waas, memberikan respons tegas terhadap hasil survei Tom Index 2024 yang menempatkan Kota Medan di peringkat kedua sebagai kota termacet di Indonesia. Posisi ini bahkan menyalip Jakarta yang selama ini dikenal sebagai kota dengan tingkat kemacetan tertinggi. Sementara itu, posisi pertama diduduki oleh Kota Bandung.
Survei ini menjadi sorotan publik karena hasilnya mengejutkan banyak pihak, termasuk pemerintah daerah. Rico Waas menyatakan bahwa pihaknya tidak menutup mata terhadap temuan tersebut. Ia mengaku prihatin dan segera menginstruksikan sejumlah lembaga teknis di lingkup Pemerintah Kota Medan untuk melakukan evaluasi dan kajian kebijakan.
“Data dari Tom Index ini penting untuk kita jadikan bahan refleksi. Jika Kota Medan kini masuk dalam dua besar kota termacet, artinya kita harus segera melakukan perubahan kebijakan transportasi dan tata kelola lalu lintas,” ujar Rico dalam konferensi pers yang digelar di Balai Kota Medan, Jumat (4/7/2025).
Rico menyampaikan bahwa Pemerintah Kota Medan tengah mengkaji sejumlah opsi strategis guna mengurai kemacetan, mulai dari penerapan sistem ganjil genap kendaraan bermotor hingga penyediaan moda transportasi umum terintegrasi seperti model JakLingko di Jakarta.
“Sistem ganjil genap bisa jadi salah satu solusi, tapi tentu ini tidak bisa serta-merta diterapkan. Kita butuh kajian mendalam, termasuk kesiapan infrastruktur, kesiapan masyarakat, dan efektivitas kebijakan tersebut terhadap pengurangan volume kendaraan di jalan raya,” jelasnya.
Menurut Rico, penanganan kemacetan bukan sekadar soal pembatasan kendaraan, tetapi harus dibarengi dengan penyediaan alternatif transportasi yang layak dan efisien. Ia mengakui bahwa Kota Medan saat ini masih minim transportasi publik yang nyaman dan terjangkau.
Oleh karena itu, Pemko Medan juga sedang menjajaki kerja sama dengan pemerintah pusat dan pihak swasta untuk menghadirkan moda transportasi massal yang terintegrasi. Salah satu wacana yang tengah dibahas adalah membentuk sistem transportasi mirip JakLingko yang telah terbukti sukses di ibu kota.
“Kalau kita membatasi kendaraan tanpa menyediakan transportasi publik yang memadai, itu bisa menimbulkan ketimpangan akses bagi masyarakat. Maka solusi ini harus komprehensif dan berpihak kepada masyarakat kecil juga,” tambah Rico.
Lebih lanjut, Pemko Medan juga akan memanfaatkan teknologi dan data lalu lintas untuk merancang kebijakan berbasis bukti. Pemanfaatan smart traffic system, penguatan peran Dinas Perhubungan, serta digitalisasi pengawasan lalu lintas juga masuk dalam agenda pembenahan.
Di sisi lain, Rico juga mengimbau agar masyarakat turut berperan aktif dalam upaya mengurangi kemacetan, seperti beralih ke kendaraan umum, menggunakan sepeda, atau menerapkan sistem carpooling dalam aktivitas harian.
“Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Partisipasi publik sangat penting dalam mengubah budaya berkendara dan gaya hidup masyarakat kota,” katanya.
Meskipun hasil survei Tom Index menempatkan Medan dalam posisi tidak menguntungkan, Rico menganggap ini sebagai momen introspeksi dan percepatan perbaikan. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak ingin menutupi kenyataan, justru ingin menjadikan data ini sebagai landasan perbaikan jangka panjang.
Rico juga menyebut bahwa salah satu tantangan utama yang dihadapi Medan adalah pesatnya pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi tanpa diimbangi dengan pelebaran jalan atau pembangunan transportasi umum.
“Setiap tahun, ada ribuan kendaraan baru yang masuk ke Medan. Tapi ruas jalan kita tetap itu-itu saja. Tanpa intervensi kebijakan yang tegas, maka kemacetan ini akan semakin parah ke depannya,” tutupnya.
Dalam waktu dekat, Pemerintah Kota Medan dijadwalkan mengumumkan hasil kajian awal terkait opsi kebijakan lalu lintas. Masyarakat pun diimbau bersiap terhadap kemungkinan uji coba ganjil genap atau kebijakan pembatasan lainnya yang bertujuan memperbaiki kualitas mobilitas di Kota Medan.