
NEWMEDAN.COM – Tindakan arogan Rio Adrian Sukma, Sekretaris Jenderal Partai NasDem Medan yang juga menjabat Tenaga Ahli (TA) Wali Kota Medan, memicu gelombang kritik keras dari berbagai kalangan. Peristiwa yang terjadi di Balai Kota Medan itu dinilai telah menghalangi tugas jurnalistik dan berpotensi mencoreng citra Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Waas.
Insiden bermula ketika sejumlah wartawan sedang menjalankan tugas peliputan di lingkungan Balai Kota. Rio disebut menolak memberikan akses dan bahkan mengeluarkan pernyataan yang dianggap tidak pantas. Sikap tersebut sontak menimbulkan ketegangan dan mendapat sorotan tajam, baik dari insan pers maupun masyarakat luas.
Kecaman bermunculan di media sosial. Banyak pihak menilai tindakan Rio tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang pejabat publik, apalagi yang berada dalam lingkaran terdekat kepala daerah. Beberapa organisasi wartawan juga menyatakan keberatan serta mendesak pemerintah kota mengambil langkah tegas.
Dalam pandangan pegiat demokrasi, arogansi pejabat adalah bentuk pelecehan terhadap prinsip keterbukaan informasi publik. Media sebagai pilar keempat demokrasi seharusnya diberi ruang seluas-luasnya untuk menjalankan fungsi pengawasan dan menyampaikan informasi kepada masyarakat.
Menanggapi situasi tersebut, Wali Kota Medan Rico Tri Putra Waas akhirnya memberikan pernyataan resmi. Usai menghadiri rapat paripurna KUA-PPAS R.APBD 2026 di Gedung DPRD Medan pada Selasa (12/8/2025), Rico menegaskan akan melakukan evaluasi terhadap anak buahnya itu.
“Kita akan evaluasi. Hal-hal seperti ini kita terbuka. Kalau memang evaluasi, ya kita evaluasi. Yang terpenting ke depan kita inginkan semuanya oke-oke saja,” ujar Rico kepada awak media.
Pernyataan ini disambut beragam. Sebagian pihak menilai langkah evaluasi sebagai bentuk keterbukaan, namun tidak sedikit pula yang meragukan ketegasan pemerintah kota. Publik menunggu apakah evaluasi tersebut akan berujung pada sanksi nyata atau hanya sebatas teguran lisan.
Organisasi wartawan di Medan berencana mengajukan audiensi resmi dengan Wali Kota. Mereka berharap pemerintah memberikan jaminan perlindungan terhadap kerja jurnalistik agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa mendatang.
Para pengamat politik lokal menilai kasus ini menjadi ujian penting bagi kepemimpinan Rico Tri Putra Waas. Jika ia bersikap tegas, kepercayaan publik terhadap pemerintahannya bisa tetap terjaga. Sebaliknya, jika tidak ada langkah nyata, reputasi dan integritas pemerintah kota bisa dipertanyakan.
Hubungan antara media dan pemerintah daerah sendiri dinilai sangat krusial. Media berperan sebagai penyampai informasi kebijakan sekaligus pengawas jalannya pemerintahan. Bila hubungan ini rusak akibat sikap tidak profesional, dampaknya bisa meluas hingga mengurangi legitimasi pemerintah di mata publik.
Sejumlah tokoh masyarakat juga menyerukan agar pejabat publik lebih memahami posisinya sebagai pelayan masyarakat, bukan sebaliknya. Mereka menekankan bahwa jabatan, baik struktural maupun tenaga ahli, adalah amanah yang harus dijalankan dengan rendah hati.
Kasus Rio Adrian Sukma kini memasuki babak baru. Masyarakat menunggu realisasi janji evaluasi yang disampaikan Wali Kota. Apakah Rio hanya akan mendapat peringatan atau bahkan dicopot dari jabatannya, semuanya masih menunggu keputusan resmi.
Situasi ini sekaligus menjadi pengingat bahwa perilaku individu di lingkaran kekuasaan dapat berdampak besar pada citra lembaga dan pimpinan yang diwakilinya. Arogansi sekecil apa pun bisa mengundang kritik dan menimbulkan krisis kepercayaan publik.
Bagi insan pers, kasus ini adalah momentum untuk menegaskan kembali peran vital jurnalisme dalam menjaga demokrasi. Mereka berharap pemerintah daerah lebih terbuka dan bersinergi, bukan justru mempersulit kerja peliputan.
Kini, perhatian publik tertuju pada langkah konkret yang akan diambil Rico Tri Putra Waas. Apapun keputusannya nanti, kasus ini akan menjadi catatan penting dalam perjalanan pemerintahan Kota Medan, apakah berpihak pada keterbukaan dan kebebasan pers, atau sekadar formalitas belaka.