
NEWMEDAN.COM – Sebuah insiden tragis terjadi di Perumahan Kebun PT ABM Teluk Panji, Dusun C44, Desa Teluk Panji, Kecamatan Kampung Rakyat, Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Famati Gulo (40), seorang warga setempat, kini harus mendekam di balik jeruji besi setelah diduga menikam tetangganya, Febri Nduru (25), hingga tewas. Peristiwa ini memicu duka mendalam di lingkungan sekitar sekaligus memunculkan pertanyaan tentang akar perselisihan yang terjadi.
Menurut keterangan Kapolsek Kampung Rakyat, AKP Iman Azahari Ginting, kasus ini bermula dari pertengkaran melibatkan Famati Gulo melawan lima orang. Meski awalnya hanya berupa perselisihan biasa, situasi cepat memanas hingga berujung kekerasan. Famati, yang berada dalam posisi tidak menguntungkan karena sendirian, diduga mengambil senjata tajam untuk mempertahankan diri. Namun, aksinya justru berakibat fatal bagi Febri Nduru, yang terluka parah dan meninggal dunia di tempat kejadian.
“Korban mengalami luka berat hingga meninggal dunia,” jelas AKP Iman Azahari Ginting saat dikonfirmasi pada Senin (9/6/2025). Ia menambahkan bahwa tim kepolisian telah memproses TKP dan mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk senjata tajam yang digunakan dalam kejadian tersebut.
Saksi-saksi yang diwawancarai menyebutkan bahwa perselisihan terjadi akibat masalah sepele yang sudah lama menumpuk antara kedua belah pihak. Namun, belum diketahui secara pasti pemicu langsung yang membuat situasi eskalasi menjadi kekerasan fatal. Beberapa tetangga mengaku terkejut karena sebelumnya tidak ada tanda-tanda perseteruan serius antara Famati dan korban.
Keluarga korban, yang masih berduka, meminta keadilan atas kematian Febri Nduru. Mereka menolak jika kasus ini hanya dianggap sebagai perkelahian biasa dan mendesak aparat hukum untuk menindak tegas pelaku. “Kami ingin proses hukum berjalan transparan. Ini bukan sekadar perkelahian, tapi nyawa anak kami hilang,” ujar salah seorang kerabat korban dengan suara bergetar.
Sementara itu, keluarga Famati Gulo menyatakan bahwa dia sebenarnya bukan orang yang suka mencari masalah. Mereka menduga bahwa Famati bertindak dalam keadaan terdesak karena dikeroyok oleh lima orang. “Dia mungkin panik dan tidak punya pilihan lain saat itu,” kata seorang kerabat Famati yang enggan disebutkan namanya.
Kepolisian Resor Labuhanbatu Selatan kini masih mendalami motif pasti di balik peristiwa ini. Selain memeriksa tersangka, polisi juga mengumpulkan keterangan dari saksi-saksi lain untuk memastikan kronologi kejadian secara lengkap. “Kami akan mengusut tuntas apakah ada unsur kesengajaan atau ini murni tindakan spontan karena situasi tidak terkendali,” tegas AKP Iman.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya penyelesaian konflik secara damai di tingkat masyarakat. Tokoh setempat mengaku prihatin dan berencana menggelar dialog antarwarga untuk mencegah kejadian serupa terulang. “Kami akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan pemerintah desa untuk meningkatkan pengawasan serta mediasi konflik,” ujar seorang tokoh masyarakat Kampung Rakyat.
Dari sisi hukum, Famati Gulo terancam hukuman berat berdasarkan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun. Namun, jika terbukti bahwa tindakannya dilakukan dalam keadaan membela diri secara berlebihan, vonisnya bisa berbeda. Tim penyidik masih menunggu hasil visum et repertum serta rekonstruksi TKP sebelum menentukan pasal yang tepat.
Masyarakat setempat berharap kasus ini menjadi pelajaran berharga tentang bahaya menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Banyak warga yang mengaku trauma dan khawatir insiden serupa bisa terjadi lagi jika tidak ada upaya pencegahan. “Kami ingin hidup damai. Perselisihan harus diselesaikan dengan musyawarah, bukan pisau atau kekerasan,” ujar seorang warga.
Di tengah proses hukum yang berjalan, pihak kepolisian juga mengimbau masyarakat untuk tidak mengambil tindakan main hakim sendiri. Mereka memastikan bahwa kasus ini akan diproses sesuai aturan hukum yang berlaku. “Kami menghargai emosi keluarga korban, tetapi biarkan hukum yang bekerja,” pesan AKP Iman.
Sementara Famati Gulo menjalani masa pemeriksaan, kehidupan warga Perumahan Kebun PT ABM Teluk Panji berusaha kembali normal. Namun, duka dan ketegangan masih terasa, terutama di antara keluarga korban dan pelaku. Beberapa tetangga mulai membicarakan pentingnya meningkatkan pengawasan lingkungan dan komunikasi antarwarga untuk menghindari konflik di masa depan.
Ahli psikologi sosial yang dihubungi media menyoroti faktor emosi yang tidak terkendali sebagai pemicu utama kasus-kasus kekerasan seperti ini. “Ketika seseorang merasa terpojok, reaksi fight or flight bisa muncul, dan jika tidak ada jalan damai, kekerasan sering jadi pilihan,” jelasnya. Ia menyarankan pelatihan manajemen emosi dan mediasi konflik untuk masyarakat.
Pemerintah daerah setempat disebutkan akan turun tangan membantu keluarga korban sekaligus memantau perkembangan kasus ini. “Kami berkomitmen mendukung proses hukum dan memberikan pendampingan kepada keluarga yang terdampak,” ujar perwakilan Pemkab Labuhanbatu Selatan.
Sebagai penutup, insiden ini mengingatkan semua pihak bahwa kekerasan hanya akan melahirkan kerugian di semua sisi. Diperlukan upaya kolektif dari masyarakat, aparat hukum, dan pemerintah untuk menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan bebas dari konflik berdarah. Harapannya, tragedi seperti ini tidak terulang lagi di masa depan.