
NEWMEDAN.COM – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan dua pucuk senjata api saat menggeledah rumah pribadi Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Sumatera Utara nonaktif, Topan Obaja Ginting. Penggeledahan tersebut dilakukan di kawasan elite, tepatnya di rumah Topan yang terletak di Cluster Topaz, Perumahan Royal Sumatera, belum lama ini.
Penemuan senjata api ini menjadi perhatian publik, terlebih karena kasus yang tengah menjerat Topan berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi. KPK masih mendalami keterkaitan keberadaan senjata api tersebut dengan perkara yang sedang ditangani. Namun hingga saat ini, KPK belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai status hukum dari dua senjata api itu.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Humas Persatuan Menembak Indonesia (Perbakin) Medan, Hanjaya Tiopan, angkat bicara. Dalam pernyataannya, Hanjaya menyampaikan rasa keprihatinannya atas kasus hukum yang menimpa Topan, namun menegaskan bahwa senjata api yang disita oleh KPK merupakan milik pribadi yang sah dan terdaftar secara legal.
“Sebagai Ketua Humas Perbakin Medan, saya juga prihatin terhadap apa yang menimpa beliau. Tapi saya tunduk pada keputusan Ketua Umum Perbakin. Yang pasti, senjata tersebut legal karena beliau masih menjabat sebagai Ketua Harian Perbakin Medan periode 2022–2026,” ujar Hanjaya dalam keterangannya pada Minggu (6/7/2025).
Menurut Hanjaya, kepemilikan senjata api oleh anggota Perbakin diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu yang diatur ketat oleh hukum dan organisasi. Senjata yang dimiliki anggota harus terdaftar, memiliki izin dari kepolisian, dan hanya boleh digunakan untuk kegiatan olahraga menembak.
Ia juga menambahkan bahwa Topan selama ini dikenal aktif dalam dunia olahraga menembak. Bahkan, ia sering mengikuti berbagai kejuaraan resmi yang diselenggarakan Perbakin, baik di tingkat lokal maupun nasional. “Pak Topan bukan sekadar anggota biasa, tapi punya kontribusi besar dalam dunia menembak. Beliau sangat aktif,” jelas Hanjaya.
Meski begitu, Hanjaya menegaskan bahwa pihaknya menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada KPK dan tidak akan mengintervensi penyidikan. “Kami percaya bahwa hukum akan berjalan dengan adil. Kami di Perbakin juga punya aturan internal yang harus ditegakkan apabila ada anggota yang terlibat masalah hukum,” ucapnya.
KPK sendiri belum menyampaikan apakah senjata api yang disita akan menjadi bagian dari barang bukti dalam kasus dugaan korupsi yang menimpa Topan Obaja Ginting. Namun, publik mendesak agar segala aspek temuan dalam penggeledahan diselidiki secara menyeluruh, termasuk kemungkinan adanya pelanggaran lain di luar dugaan korupsi.
Diketahui, Topan saat ini telah dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Kepala Dinas PUPR Sumatera Utara setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang. Penyelidikan terus berlanjut dengan pengumpulan berbagai barang bukti dan pemeriksaan saksi-saksi terkait.
Kehadiran senjata api dalam kasus ini memang memunculkan beragam spekulasi di masyarakat. Sebagian menilai bahwa kehadiran senjata api dalam rumah seorang pejabat publik harus dikaji lebih dalam, meskipun dimiliki secara sah. Ada kekhawatiran bahwa kepemilikan senjata oleh pejabat bisa disalahgunakan, apalagi dalam konteks dugaan korupsi yang berpotensi melibatkan kekuasaan dan tekanan.
Pengamat hukum pidana dari Universitas Sumatera Utara, Dr. M. Surya Putra, menyatakan bahwa meskipun senjata itu legal, penyidik berhak menyitanya selama proses penyelidikan jika dianggap relevan. “Kepemilikan senjata api sah menurut hukum bukan berarti menghalangi penyidik untuk menyita demi keperluan pembuktian, terutama jika ditemukan dalam rumah yang menjadi objek penggeledahan,” katanya.
Sementara itu, warga Perumahan Royal Sumatera mengaku terkejut atas temuan tersebut. Seorang warga yang enggan disebutkan namanya menyatakan bahwa Topan dikenal sebagai sosok yang tertutup, namun tidak pernah menunjukkan gelagat mencurigakan. “Kami tidak menyangka, apalagi sampai ada senjata di rumahnya,” ujar warga tersebut.
Pihak Perbakin Medan saat ini juga sedang melakukan evaluasi internal dan akan menunggu hasil penyelidikan KPK untuk menentukan langkah selanjutnya terkait posisi Topan dalam organisasi. Jika terbukti melanggar etika atau hukum, Perbakin bisa memberhentikan sementara atau secara permanen keanggotaannya.
Kasus ini membuka kembali diskusi publik soal pengawasan terhadap kepemilikan senjata api oleh warga sipil, terutama mereka yang memegang jabatan publik. Diperlukan regulasi yang lebih transparan dan pengawasan ketat agar tidak terjadi penyalahgunaan izin kepemilikan senjata.
Dengan kasus yang tengah bergulir ini, masyarakat berharap agar KPK bisa menuntaskan penyidikan secara menyeluruh dan tidak hanya fokus pada kasus gratifikasi, tetapi juga pada aspek-aspek lain yang berpotensi mengandung unsur pelanggaran hukum. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci dalam mengungkap kebenaran serta menjaga kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.