
NEWMEDAN.COM – Harga cabai merah di Sumatera Utara (Sumut) mengalami penurunan signifikan dalam beberapa pekan terakhir. Di sejumlah daerah, harga komoditas ini bahkan menyentuh level terendah Rp20.000 per kilogram. Penurunan ini dipicu oleh melimpahnya pasokan cabai merah di pasar lokal, terutama dari hasil panen petani di berbagai kabupaten.
Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) ESDM Sumut per Senin (26/5/2025), harga cabai merah termurah tercatat di Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Pakpak Bharat, yakni Rp20.000 per kg. Harga ini jauh lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang sempat mencapai Rp50.000-Rp60.000 per kg.
Sementara itu, wilayah dengan harga cabai merah tertinggi adalah Nias Barat, yang masih dipatok seharga Rp55.000 per kg. Disusul oleh Kabupaten Nias Utara dengan harga Rp48.000 per kg dan Kabupaten Nias Selatan seharga Rp40.000 per kg. Perbedaan harga ini dipengaruhi oleh faktor distribusi dan ketersediaan stok di masing-masing daerah.
Kepala Disperindag ESDM Sumut, Irwan Syahputra, menjelaskan bahwa penurunan harga cabai merah terjadi karena panen raya di sejumlah sentra produksi. “Musim panen yang serempak membuat pasokan meningkat drastis, sehingga harga otomatis turun,” ujarnya. Ia juga memprediksi harga akan stabil dalam beberapa minggu ke depan seiring dengan penyesuaian pasar.
Petani cabai di Kabupaten Deli Serdang mengaku bahwa hasil panen mereka kali ini cukup melimpah. “Biasanya dalam satu hektar saya dapat sekitar 2 ton, tapi kali ini hampir 3 ton,” kata Mahmud, salah seorang petani. Namun, ia mengeluh bahwa keuntungan justru berkurang karena harga jual yang rendah.
Penurunan harga ini disambut positif oleh konsumen. Ibu-ibu rumah tangga di Medan mengaku lega karena pengeluaran untuk kebutuhan dapur menjadi lebih hemat. “Alhamdulillah, akhirnya harga cabai turun juga. Selama ini masak selalu pakai cabai bubuk karena harganya mahal,” ujar Siti, seorang ibu rumah tangga di kawasan Amplas.
Namun, kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pedagang pasar. Sebagian pedagang mengaku kesulitan menjual stok lama yang dibeli dengan harga tinggi. “Saya masih punya stok cabai kemarin yang belinya Rp45.000 per kg. Sekarang terpaksa dijual rugi,” keluh Hasan, pedagang di Pasar Petisah, Medan.
Analis pasar pertanian dari Universitas Sumatera Utara (USU), Dr. Rina Manurung, menjelaskan bahwa fluktuasi harga cabai merupakan siklus alami. “Setelah periode harga tinggi karena pasokan terbatas, biasanya akan diikuti masa panen berlimpah yang menekan harga,” paparnya. Ia menyarankan petani untuk mengatur pola tanam agar tidak semua panen terjadi bersamaan.
Pemerintah Provinsi Sumut melalui Dinas Pertanian sedang mempertimbangkan intervensi pasar untuk menstabilkan harga. Salah satu opsi yang diusulkan adalah pembelian langsung hasil panen petani untuk diolah menjadi produk bernilai tambah, seperti sambal kemasan atau cabai kering.
Di sisi lain, Asosiasi Petani Cabai Sumut mendesak pemerintah untuk segera membangun cold storage (gudang pendingin) di sentra-sentra produksi. “Dengan adanya penyimpanan yang baik, petani tidak terpaksa menjual semua hasil panen saat harga turun,” kata Ketua Asosiasi, Joni Simatupang.
Perbedaan harga yang signifikan antarwilayah juga menyoroti masalah distribusi. Akses transportasi yang sulit ke kepulauan Nias membuat biaya logistik menjadi tinggi, sehingga harga cabai di sana tetap mahal meskipun di daratan Sumut harganya turun drastis.
Menyikapi hal ini, Disperindag ESDM Sumut berencana mengoptimalkan program pasar murah untuk menyalurkan cabai dari daerah surplus ke daerah dengan harga tinggi. “Kami sedang koordinasi dengan pemda setempat untuk mempermudah distribusi antarwilayah,” jelas Irwan.
Para ekonom mengingatkan bahwa penurunan harga komoditas pertanian seperti ini harus menjadi pelajaran bagi semua pihak. Petani perlu didorong untuk mengembangkan sistem pemasaran yang lebih baik, termasuk memanfaatkan platform digital untuk menjual hasil panen secara langsung ke konsumen.
Sementara itu, konsumen diharapkan bisa memanfaatkan momen harga rendah ini dengan bijak. Beberapa ahli gizi menyarankan untuk membeli cabai dalam jumlah cukup dan mengolahnya menjadi berbagai produk awetan seperti sambal yang bisa disimpan lebih lama.
Ke depan, kolaborasi antara petani, pemerintah, dan pelaku usaha diperlukan untuk menciptakan stabilitas harga komoditas pertanian. Dengan sistem yang lebih terintegrasi, diharapkan baik produsen maupun konsumen bisa mendapatkan manfaat yang seimbang dari rantai pasok cabai merah di Sumatera Utara.