
NEWMEDAN.COM – Aset Pemerintah Kota (Pemko) Medan berupa lahan bekas Pasar dan Mal Aksara, yang berada di lokasi strategis persimpangan Jalan Prof. H.M. Yamin, kembali menjadi sorotan tajam publik. Lahan seluas 4.000 meter persegi tersebut diketahui disewakan oleh Perusahaan Umum Daerah (PUD) Pasar Medan kepada pihak ketiga dengan nilai hanya Rp105 juta per tahun, atau sekitar Rp8,7 juta per bulan.
Kebijakan penyewaan ini dianggap tidak wajar, bahkan dinilai merugikan Pemko Medan sebagai pemilik sah aset tersebut. Nilai sewa yang ditetapkan terlampau rendah untuk ukuran lahan di kawasan strategis, apalagi di lokasi yang dulunya merupakan pusat aktivitas perdagangan dan komersial.
Pengamat kebijakan anggaran, Elfenda Ananda, menyampaikan kritik keras atas keputusan tersebut. Ia menilai bahwa alihfungsi dan penyewaan lahan bekas Mal Aksara dilakukan tanpa perhitungan nilai ekonomi yang adil dan transparan. Menurutnya, jika dibandingkan dengan harga pasaran, angka Rp105 juta per tahun sangat tidak masuk akal.
“Lahan strategis seluas 4.000 meter persegi dengan posisi yang sangat potensial hanya disewakan Rp8,7 juta per bulan? Ini bukan hanya merugikan pemerintah kota, tapi juga mencederai rasa keadilan publik,” ujar Elfenda pada Rabu (2/7/2025).
Ia juga menyoroti lemahnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan kebijakan penyewaan aset daerah tersebut. Menurut Elfenda, publik berhak mengetahui dasar perhitungan nilai sewa, proses penunjukan penyewa, dan apakah ada lelang terbuka yang dilakukan sebelumnya.
“Kebijakan ini terkesan tertutup dan hanya menguntungkan segelintir pihak. Pemerintah kota harus menjelaskan secara terbuka bagaimana nilai sewa tersebut bisa ditentukan. Kalau tidak, ini bisa menjadi preseden buruk dalam pengelolaan aset daerah,” lanjutnya.
Kasus ini menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat, terutama mengingat betapa tingginya potensi komersial kawasan tersebut. Lokasinya yang berada di jantung kota dan dekat dengan pusat perbelanjaan, sekolah, serta transportasi umum seharusnya memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi.
Warga sekitar dan sejumlah tokoh masyarakat juga mulai mempertanyakan kebijakan PUD Pasar Medan yang terkesan terburu-buru dan tidak mempertimbangkan potensi pendapatan jangka panjang bagi daerah. Mereka mendesak agar ada audit khusus dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap kontrak sewa ini.
Sementara itu, dari pihak PUD Pasar Medan belum ada penjelasan resmi terkait dasar penetapan nilai sewa tersebut. Beberapa awak media yang mencoba mengonfirmasi ke kantor PUD Pasar tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, menambah kecurigaan publik terhadap adanya praktik tidak sehat dalam proses ini.
Di sisi lain, sejumlah anggota DPRD Kota Medan juga mulai bereaksi. Beberapa di antaranya menyatakan akan memanggil pihak PUD Pasar dalam rapat dengar pendapat untuk meminta klarifikasi secara menyeluruh. Mereka menyebut pentingnya pengawasan ketat terhadap pengelolaan aset-aset strategis milik daerah agar tidak dimanfaatkan secara tidak bertanggung jawab.
“Aset negara bukan milik individu atau kelompok. Harus dikelola secara optimal demi kesejahteraan masyarakat luas. Kalau ada penyewaan dengan harga miring seperti ini, patut dicurigai ada penyimpangan,” ujar salah satu anggota DPRD yang enggan disebut namanya.
Kebijakan ini juga dikhawatirkan membuka celah terjadinya praktik kolusi dan nepotisme dalam pengelolaan aset daerah. Sejumlah pengamat hukum menilai bahwa penyewaan aset milik Pemko harus melalui proses lelang terbuka yang transparan agar dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan moral.
Permasalahan ini mencuat di saat masyarakat masih menantikan pemanfaatan aset bekas Mal Aksara untuk kepentingan publik, seperti dijadikan pusat UMKM, fasilitas pendidikan, atau ruang terbuka hijau. Namun justru lahan itu disewakan dengan nilai yang sangat rendah, memunculkan kekecewaan di kalangan warga.
Dengan berbagai sorotan dan kritik yang terus berdatangan, publik kini menunggu langkah tegas dari Wali Kota Medan. Apakah ia akan melakukan evaluasi terhadap kebijakan ini, atau bahkan mengambil langkah hukum jika ditemukan adanya indikasi penyalahgunaan wewenang.
Jika Pemko Medan tidak segera merespons kegelisahan masyarakat, kasus ini dikhawatirkan dapat menjadi polemik panjang dan menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah. Sebuah kebijakan pengelolaan aset daerah seharusnya didasarkan pada prinsip transparansi, keadilan, dan keberpihakan pada kepentingan rakyat.