
Newmedan.com – Performa impor Sumatera Utara (Sumut) pada Februari 2025 mengalami penurunan yang cukup signifikan. Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, nilai impor turun sebesar 22,53 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Nilai impor yang pada Januari 2025 mencapai US$467,71 juta, anjlok menjadi US$362,35 juta pada Februari 2025.
Statistik Ahli Utama BPS Sumut, Misfarudin, menjelaskan bahwa penurunan ini menunjukkan melemahnya permintaan terhadap barang konsumsi, bahan baku penolong, serta barang modal di wilayah Sumut. Fenomena ini bisa menjadi indikator perlambatan aktivitas ekonomi di sektor industri maupun konsumsi rumah tangga.
Secara rinci, impor berdasarkan golongan penggunaan barang mengalami penurunan yang cukup drastis. Barang konsumsi mengalami penurunan terbesar yaitu sebesar 31,68 persen secara bulanan (month to month). Ini mengindikasikan adanya penurunan kebutuhan masyarakat terhadap produk-produk konsumsi luar negeri.
Tak hanya itu, impor bahan baku dan penolong yang biasanya digunakan dalam proses produksi industri juga turun sebesar 21,20 persen. Penurunan ini bisa mencerminkan berkurangnya aktivitas produksi di sektor industri, khususnya manufaktur dan pengolahan. Barang modal, seperti mesin dan peralatan industri, turut mengalami penurunan sebesar 22,67 persen.
Sektor buah dan ampas industri menjadi dua komoditas yang paling terdampak dari penurunan impor ini. Buah-buahan impor yang biasa didatangkan dari negara seperti Thailand dan Tiongkok mengalami penurunan permintaan, kemungkinan akibat daya beli masyarakat yang melemah atau pergeseran preferensi terhadap produk lokal.
Sementara itu, ampas industri yang digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai proses produksi, termasuk pakan ternak, mengalami penurunan signifikan. Ini bisa menjadi sinyal bahwa beberapa sektor agribisnis dan manufaktur mulai mengurangi kapasitas produksinya atau bahkan menghentikan sementara kegiatan operasionalnya.
Beberapa analis ekonomi menilai bahwa penurunan impor ini juga dapat disebabkan oleh faktor eksternal, seperti fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, serta ketegangan geopolitik global yang berdampak pada rantai pasok. Kenaikan biaya logistik dan ketidakpastian pasar juga turut memperburuk kondisi impor.
Namun demikian, penurunan nilai impor juga bisa dilihat sebagai peluang bagi peningkatan penggunaan produk lokal. Pemerintah daerah dan pelaku industri diharapkan dapat memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat kemandirian sektor industri dan meningkatkan produksi dalam negeri.
Kondisi ini juga menjadi bahan evaluasi bagi kebijakan perdagangan luar negeri. Pemerintah pusat dan daerah perlu meninjau kembali strategi impor agar lebih adaptif terhadap situasi ekonomi global yang dinamis. Diversifikasi sumber impor dan peningkatan cadangan bahan baku dalam negeri menjadi salah satu solusi yang perlu dipertimbangkan.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumut menyampaikan bahwa pihaknya akan melakukan koordinasi dengan pelaku usaha untuk mendorong substitusi impor dengan produk lokal. Diharapkan ini bisa menjadi langkah awal dalam mengurangi ketergantungan pada produk luar negeri yang rentan terhadap gangguan pasokan.
Sementara itu, pelaku industri di Sumut mengaku tengah melakukan penyesuaian terhadap kondisi pasar. Beberapa perusahaan bahkan mulai menggencarkan kolaborasi dengan produsen lokal untuk memenuhi kebutuhan bahan baku dan konsumsi. Strategi ini tidak hanya efisien secara biaya, tetapi juga membantu perekonomian lokal tumbuh lebih mandiri.
Di sisi lain, penurunan impor juga bisa berdampak pada ketersediaan beberapa barang tertentu yang selama ini bergantung pada pasokan luar negeri. Pemerintah perlu mengantisipasi kemungkinan ini dengan penguatan distribusi dan dukungan terhadap sektor logistik nasional.
Para ekonom mengingatkan bahwa jika tren penurunan impor ini berlanjut tanpa adanya strategi yang jelas, maka bisa berdampak pada menurunnya aktivitas ekonomi dalam jangka menengah. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan ekonomi yang responsif dan berorientasi pada penguatan sektor dalam negeri.
Dengan situasi yang ada, Sumatera Utara perlu melakukan penyesuaian struktural dalam sistem ekonominya. Ketahanan industri dan diversifikasi produk lokal harus menjadi prioritas utama dalam menghadapi gejolak global serta penurunan impor yang tak terhindarkan ini. Pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat harus bahu-membahu untuk menjadikan tantangan ini sebagai peluang membangun kemandirian ekonomi regional.