
NEWMEDAN.COM – Mantan Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif (Disbudparekraf) Provinsi Sumatera Utara, Zumri Sultony, resmi dituntut 2 tahun 6 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan korupsi anggaran revitalisasi situs sejarah Benteng Putri Hijau. Sidang pembacaan tuntutan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan pada Kamis, 10 Juli 2025.
Tuntutan tersebut dibacakan oleh Jaksa Ahmad Awali dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. Selain pidana penjara, JPU juga menuntut terdakwa membayar denda sebesar Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan jika tidak dibayarkan. Tuntutan ini diberikan atas dugaan penyalahgunaan anggaran kegiatan pemeliharaan dan pengembangan situs cagar budaya Benteng Putri Hijau tahun anggaran 2022.
Dalam sidang tersebut, JPU menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Zumri dinilai menyalahgunakan kewenangannya sebagai kepala dinas dalam pengelolaan dana proyek.
“Perbuatan terdakwa telah merugikan keuangan negara dan menciderai kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan,” ujar Jaksa Ahmad Awali dalam persidangan. Ia juga menambahkan bahwa terdakwa tidak menunjukkan penyesalan yang cukup selama proses hukum berlangsung.
Dalam uraian tuntutan, disebutkan bahwa proyek pemugaran situs Benteng Putri Hijau seharusnya menjadi bagian penting dari pelestarian warisan budaya. Namun dalam pelaksanaannya, ditemukan adanya mark-up anggaran, pekerjaan fiktif, dan pengadaan barang yang tidak sesuai spesifikasi.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan ahli teknis dari dinas terkait menyebutkan bahwa kerugian negara dari kasus ini ditaksir mencapai lebih dari Rp700 juta. Jumlah tersebut muncul akibat selisih pembayaran atas pekerjaan yang tidak sesuai dengan perjanjian kontrak.
Zumri yang hadir dalam persidangan dengan mengenakan batik lengan panjang tampak tenang saat mendengar tuntutan yang dibacakan jaksa. Melalui kuasa hukumnya, ia menyatakan akan menyampaikan nota pembelaan (pledoi) dalam sidang berikutnya yang dijadwalkan pada minggu depan.
Pihak kuasa hukum Zumri menyatakan bahwa kliennya tidak pernah berniat merugikan negara dan hanya menjalankan tugas berdasarkan mekanisme yang telah ditetapkan. Mereka juga menilai bahwa proyek tersebut secara fisik telah terealisasi, meski ada beberapa temuan administratif.
Kasus ini sempat menjadi perhatian publik, khususnya pemerhati sejarah dan budaya di Sumatera Utara. Benteng Putri Hijau merupakan salah satu situs bersejarah penting yang dipercaya memiliki nilai arkeologis tinggi. Korupsi dalam proyek konservasi situs ini dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap upaya pelestarian budaya.
Beberapa elemen masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Peduli Warisan Budaya Sumut menyatakan kekecewaan atas tindakan Zumri. Mereka meminta agar hakim menjatuhkan vonis maksimal agar memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi, khususnya di sektor kebudayaan.
Diketahui bahwa Zumri Sultony menjabat sebagai Kadis Disbudparekraf Sumut sejak tahun 2020 hingga akhir 2023. Selama masa jabatannya, ia terlibat dalam sejumlah program pariwisata dan pengembangan destinasi budaya. Namun kasus ini mencoreng reputasinya yang sebelumnya dikenal sebagai birokrat dengan rekam jejak cukup baik.
Kejaksaan Tinggi Sumut memastikan akan terus mengawal proses hukum kasus ini hingga tuntas. Selain Zumri, beberapa pihak dari rekanan proyek dan pejabat pelaksana teknis kegiatan juga tengah diperiksa dalam berkas perkara terpisah.
Proses persidangan selanjutnya akan memasuki agenda pembacaan pledoi dari terdakwa dan penasihat hukumnya. Putusan akhir terhadap Zumri Sultony diperkirakan akan dibacakan dalam dua pekan mendatang, tergantung pada dinamika persidangan yang masih berlangsung.
Masyarakat diharapkan untuk terus mengawal proses hukum ini agar transparansi dan keadilan dapat ditegakkan. Kasus ini menjadi peringatan penting bahwa pengelolaan dana publik, terutama dalam proyek pelestarian budaya, harus dilakukan secara akuntabel dan tanpa penyimpangan.