
NEWMEDAN.COM – Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dari Fraksi Partai Demokrat berinisial FA terhadap pegawai bank swasta Siti Nurhaliza (SN) memasuki babak baru yang mengejutkan. Setelah melaporkan FA ke polisi, korban kini melayangkan laporan pidana terhadap mantan kuasa hukumnya sendiri, Muhammad Reza SH (MR) dari Kantor Hukum Dr. Khomaini SE SH MH & Partners, dengan tuduhan pencurian dokumen berdasarkan Pasal 362 KUHP.
Laporan tersebut tercatat dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor: LP/B/817/VI/2025/SPKT/Medan Tembung/Polrestabes Medan/Polda Sumatera Utara tertanggal 2 Juni 2025. Dokumen ini menguatkan dugaan bahwa terjadi pelanggaran hukum dalam proses pendampingan hukum sebelumnya terhadap kasus pelecehan seksual ini.
SN yang akrab disapa Liza telah secara resmi mencabut kuasa hukum dari tim pengacara sebelumnya dan beralih ke Irfan Hariyantho SH dari Kantor Hukum Boms Hariyantho & Rekan. Pergantian kuasa hukum ini menuai pertanyaan publik, terutama setelah terungkap adanya dugaan malpraktek hukum yang melibatkan dokumen-dokumen penting kasus.
Dalam surat kuasa khusus yang diperoleh media, Liza memberikan mandat penuh kepada Irfan Hariyantho untuk menangani seluruh proses hukum terkait kasus pelecehan seksual ini. Namun, sumber terpercaya mengungkapkan bahwa pencabutan kuasa terhadap pengacara sebelumnya dilakukan setelah ditemukan indikasi penyimpangan dalam penanganan berkas perkara.
“Ada dokumen-dokumen penting yang hilang dari berkas klien kami. Kami memiliki bukti kuat bahwa ini bukan sekadar kelalaian,” tegas Irfan Hariyantho dalam konferensi pers terbatas di Medan. Pernyataan ini semakin menguatkan spekulasi bahwa terjadi upaya sistematis untuk melemahkan posisi korban dalam proses hukum.
Kantor Hukum Dr. Khomaini SE SH MH & Partners melalui pernyataan tertulis membantah semua tuduhan tersebut. Mereka mengklaim telah melakukan tugas profesional sesuai standar hukum dan mengembalikan semua dokumen yang menjadi tanggung jawab mereka. “Kami siap bekerjasama dengan penyidik untuk membuktikan tidak ada pelanggaran yang dilakukan,” bunyi pernyataan tersebut.
Kasus ini semakin rumit setelah beredar informasi bahwa beberapa saksi kunci dalam kasus pelecehan seksual FA tiba-tiba menarik kesaksiannya. Pengacara baru Liza menduga kuat ada keterkaitan antara hilangnya dokumen penting dengan perubahan sikap para saksi tersebut. “Ini pola yang mencurigakan dan kami akan mengusutnya tuntas,” tambah Irfan.
Polda Sumatera Utara melalui Kabid Humas Kombes Pol. Hadi Wahyudi mengonfirmasi bahwa pihaknya sedang menangani dua laporan terpisah namun berkaitan: pertama kasus pelecehan seksual oleh anggota DPRD, dan kedua dugaan pencurian dokumen oleh mantan kuasa hukum korban. “Kami menangani kedua kasus ini dengan serius dan profesional,” tegas Hadi.
Masyarakat hukum Sumatera Utara menyoroti perkembangan kasus ini dengan cermat. Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Sumut, Edison Siagian SH, MH, menekankan pentingnya etika profesi dalam penanganan kasus-kasus sensitif seperti pelecehan seksual. “Ini ujian bagi profesi advokat di Sumut untuk membuktikan komitmen pada keadilan,” ujarnya.
Sementara itu, Fraksi Partai Demokrat di DPRD Sumut masih menolak memberikan komentar terkait perkembangan terbaru kasus ini. Jubir fraksi hanya menyatakan bahwa mereka menghormati proses hukum yang sedang berjalan. FA sendiri hingga kini belum dapat dihubungi untuk dimintai keterangan.
Liza melalui pernyataan tertulisnya menyampaikan tekad untuk terus memperjuangkan kasus ini meski menghadapi berbagai tantangan. “Saya percaya pada sistem hukum kita. Kebenaran harus ditegakkan, apapun risikonya,” tulis korban yang bekerja di salah bank swasta ternama di Medan ini.
Pengamat hukum pidana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ahmad Syukri Siregar, SH, M.Hum, menyatakan bahwa kasus ini bisa menjadi preseden penting dalam penanganan kasus pelecehan seksual di Sumut. “Ini menguji sistem kita dalam melindungi korban dan saksi, sekaligus menguji integritas profesi penegak hukum,” paparnya.
Komisi III DPRD Sumut yang membidangi hukum menyatakan akan memantau perkembangan kasus ini. Ketua Komisi, Darwin Harahap, menyatakan siap memanggil semua pihak terkait jika diperlukan untuk klarifikasi. “Kami ingin memastikan tidak ada intervensi dalam proses hukum ini,” ujarnya.
Di tengah kompleksitas kasus ini, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menawarkan bantuan hukum tambahan kepada korban. Direktur LBH Medan, Rika Sartika, menyatakan keprihatinan atas perkembangan kasus ini. “Kami khawatir ada upaya pelemahan posisi korban melalui jalur hukum,” ujarnya.
Kasus ini diperkirakan akan terus berkembang dalam minggu-minggu mendatang. Publik kini menunggu langkah konkret kepolisian dalam mengungkap kebenaran di balik dua laporan yang saling terkait ini, sambil berharap proses hukum dapat berjalan transparan dan adil bagi semua pihak yang terlibat.