
Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri baru-baru ini mengungkap kasus dugaan pemerasan yang melibatkan dua mantan personel Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut). Keduanya diduga telah memeras 12 kepala sekolah menengah kejuruan negeri (SMKN) dengan total kerugian mencapai Rp 4,7 miliar. Kasus ini mencuat setelah adanya laporan dari sejumlah kepala sekolah yang merasa tertekan oleh permintaan dana tidak wajar dari oknum polisi tersebut.
Menurut Kepala Kortastipidkor, Irjen Cahyono Wibowo, dua tersangka dalam kasus ini adalah mantan anggota Polda Sumut yang sebelumnya bertugas di bidang reserse kriminal khusus. Tersangka pertama diidentifikasi sebagai Kompol R (Ramli), yang saat kejadian menjabat sebagai Ps Kasubdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Sumut. Sementara tersangka kedua adalah seorang mantan anggota polisi yang masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut.
Modus operandi yang digunakan oleh kedua tersangka diduga cukup terorganisir. Mereka memanfaatkan posisi dan kewenangannya untuk meminta sejumlah dana dari kepala sekolah SMKN di Sumatera Utara. Dana tersebut diklaim sebagai bagian dari alokasi khusus (DAK) yang seharusnya digunakan untuk kegiatan operasional sekolah. Namun, dalam praktiknya, dana tersebut justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
Kortastipidkor menemukan bahwa kedua tersangka telah melakukan tekanan terhadap para kepala sekolah. Mereka mengancam akan melakukan pemeriksaan mendalam terhadap penggunaan dana DAK jika permintaan mereka tidak dipenuhi. Hal ini membuat para kepala sekolah merasa tidak memiliki pilihan lain selain menuruti permintaan tersebut. Akibatnya, dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan pendidikan justru dialihkan untuk kepentingan pribadi oknum polisi.
Kasus ini pertama kali terungkap setelah beberapa kepala sekolah melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwajib. Mereka mengaku telah mengalami tekanan dan merasa dirugikan secara finansial. Setelah menerima laporan, Kortastipidkor segera melakukan penyelidikan mendalam dan berhasil mengumpulkan bukti-bukti yang mengarah pada keterlibatan kedua mantan polisi tersebut.
Irjen Cahyono Wibowo menegaskan bahwa pihaknya akan terus mendalami kasus ini untuk mengungkap semua pihak yang terlibat. “Kami tidak akan mentolerir tindakan korupsi atau pemerasan yang merugikan masyarakat, apalagi jika hal itu dilakukan oleh oknum penegak hukum,” ujarnya. Ia juga memastikan bahwa proses hukum akan berjalan transparan dan adil.
Kasus ini menimbulkan keprihatinan di kalangan masyarakat, terutama mengingat bahwa dana DAK seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah. Alih-alih digunakan untuk kepentingan siswa dan guru, dana tersebut justru disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Hal ini tentu berdampak negatif terhadap perkembangan pendidikan di Sumatera Utara.
Para kepala sekolah yang menjadi korban pemerasan mengaku merasa lega setelah kasus ini mulai diungkap. Mereka berharap agar keadilan dapat ditegakkan dan dana yang telah disalahgunakan dapat dikembalikan untuk kepentingan pendidikan. Selain itu, mereka juga berharap agar tidak ada lagi oknum yang memanfaatkan posisinya untuk melakukan tindakan serupa di masa depan.
Kortastipidkor juga mengimbau masyarakat, terutama para kepala sekolah dan pejabat pendidikan, untuk tidak takut melaporkan tindakan korupsi atau pemerasan yang mereka alami. “Kami siap memberikan perlindungan dan memastikan bahwa setiap laporan akan ditindaklanjuti dengan serius,” kata Cahyono Wibowo. Ia menambahkan bahwa upaya pemberantasan korupsi harus melibatkan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat.
Kasus ini juga menjadi sorotan bagi institusi kepolisian. Polda Sumut menyatakan akan melakukan evaluasi internal untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan. “Kami akan meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap personel kami agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang,” ujar perwakilan Polda Sumut. Mereka juga berkomitmen untuk bekerja sama dengan Kortastipidkor dalam proses penyidikan.
Di sisi lain, para ahli hukum menilai bahwa kasus ini merupakan contoh nyata dari pentingnya pengawasan yang ketat terhadap penggunaan dana publik. Mereka menyarankan agar pemerintah dan lembaga terkait memperkuat sistem pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan dana, terutama dana yang dialokasikan untuk sektor pendidikan. “Tanpa pengawasan yang baik, dana publik rentan disalahgunakan,” kata seorang ahli hukum.
Masyarakat Sumatera Utara pun menyambut baik upaya Kortastipidkor dalam mengungkap kasus ini. Mereka berharap agar kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk tidak melakukan tindakan korupsi atau pemerasan. “Kami mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi, karena hal ini sangat merugikan masyarakat,” ujar seorang warga Medan.
Sementara itu, proses hukum terhadap kedua tersangka terus berlanjut. Kortastipidkor telah mengumpulkan sejumlah bukti, termasuk dokumen transaksi dan keterangan dari para saksi. Jika terbukti bersalah, kedua tersangka dapat menghadapi hukuman yang berat sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Hal ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi oknum lain yang berniat melakukan tindakan serupa.
Kasus ini juga mengingatkan pentingnya pendidikan anti-korupsi bagi aparat penegak hukum. Banyak pihak menyarankan agar institusi kepolisian memperkuat program pembinaan karakter dan integritas bagi personelnya. “Integritas dan kejujuran harus menjadi nilai utama yang ditanamkan dalam diri setiap penegak hukum,” ujar seorang pengamat hukum.
Dengan terus bergulirnya kasus ini, diharapkan langkah-langkah pencegahan dan penindakan terhadap korupsi dapat semakin ditingkatkan. Masyarakat pun berharap agar kasus ini dapat diselesaikan dengan tuntas dan memberikan keadilan bagi para korban. “Kami berharap agar kasus ini menjadi momentum untuk memperbaiki sistem dan mencegah korupsi di masa depan,” ujar seorang aktivis anti-korupsi.
Secara keseluruhan, kasus pemerasan yang melibatkan dua mantan polisi di Sumatera Utara ini menjadi bukti bahwa upaya pemberantasan korupsi harus terus digencarkan. Dengan kerja sama antara pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat, diharapkan praktik korupsi dan pemerasan dapat diminimalisir, sehingga dana publik dapat digunakan secara optimal untuk kepentingan masyarakat.