
NEWMEDAN.COM – Toba. Musim kemarau yang berlangsung sekitar sebulan terakhir membawa dampak serius bagi kawasan hutan dan lahan masyarakat di wilayah Toba, Sumatera Utara. Diperkirakan lebih dari 100 hektare hutan dan lahan terbakar akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terus meluas. Kondisi ini memicu kekhawatiran berbagai pihak, terutama instansi kehutanan dan lingkungan hidup.
Kepala Seksi Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah IV, Jose Pasaribu, menyampaikan bahwa kebakaran tidak hanya meluas tetapi juga mendekati area Bukit Tolong, sebuah kawasan yang memiliki nilai ekologis dan kultural tinggi. Situasi ini dinilai berbahaya dan memerlukan perhatian serius dari seluruh pihak, khususnya masyarakat sekitar.
Menurut Jose Pasaribu, kebakaran terjadi bukan semata karena faktor alam, tetapi juga disebabkan oleh ulah manusia, terutama dalam aktivitas pembukaan lahan secara sembarangan dengan cara dibakar. “Kita meminta masyarakat yang berada dekat dengan kawasan hutan agar jangan membakar lahan sembarangan baik itu dengan alasan pembersihan lahan atau perladangan,” ujar Jose pada Selasa, 15 Juli 2025.
Hingga saat ini, petugas kehutanan bersama tim gabungan dari BPBD, TNI, dan Polri terus berupaya memadamkan api di beberapa titik rawan. Namun, kondisi cuaca yang panas dan kering mempercepat penyebaran api, membuat proses pemadaman menjadi semakin sulit. Helikopter water bombing pun dikerahkan untuk menjangkau wilayah yang sulit diakses lewat darat.
Jose juga menyampaikan bahwa pendekatan pencegahan harus diutamakan, terutama melalui edukasi kepada masyarakat desa yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Menurutnya, pengawasan tidak akan maksimal jika tidak didukung oleh kesadaran dan kepedulian masyarakat.
Pihak KPH IV juga telah melakukan sosialisasi di beberapa desa untuk meningkatkan pemahaman warga tentang bahaya karhutla. Mereka diberi pemahaman mengenai dampak jangka panjang terhadap lingkungan, kesehatan, serta ekonomi apabila karhutla terus terjadi.
Salah satu desa yang menjadi perhatian adalah Desa Aek Natolu, yang letaknya tidak jauh dari Bukit Tolong. Kepala desa setempat mengaku bahwa beberapa warga masih menggunakan metode pembakaran untuk membuka lahan, meskipun sudah sering diingatkan agar tidak melakukannya.
Kebakaran hutan dan lahan di Toba tidak hanya mengancam kelestarian lingkungan, tetapi juga berdampak pada sektor pariwisata. Beberapa objek wisata alam yang biasa dikunjungi wisatawan kini tertutup asap tebal dan akses ke lokasi menjadi terhambat.
Kondisi ini juga berdampak pada kualitas udara di sekitar kawasan yang mulai menurun. Beberapa warga mengaku mengalami gangguan pernapasan dan iritasi mata akibat paparan asap kebakaran. Puskesmas setempat pun mulai menangani keluhan gangguan kesehatan yang diduga terkait dengan karhutla.
Pemerintah daerah Kabupaten Toba menyatakan status siaga darurat karhutla dan mengeluarkan imbauan agar seluruh masyarakat tidak melakukan aktivitas pembakaran apa pun di lahan terbuka. Sanksi hukum pun akan diberikan bagi pelaku pembakaran yang terbukti secara sengaja memicu kebakaran.
Jose Pasaribu menegaskan bahwa selain edukasi, pengawasan berbasis komunitas juga sangat penting. Ia menyarankan pembentukan kelompok masyarakat peduli api (MPA) yang berfungsi sebagai garda terdepan dalam mendeteksi dan mencegah potensi karhutla sejak dini.
Selain dari sisi masyarakat, dukungan dari sektor swasta, seperti perusahaan yang beroperasi di sekitar kawasan hutan, juga diminta untuk turut serta dalam upaya pencegahan dan penanganan kebakaran. Kerja sama lintas sektor sangat diperlukan mengingat luasnya wilayah terdampak.
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah meminta bantuan tambahan dari pemerintah pusat, terutama dalam bentuk peralatan pemadam dan tambahan personel. Selain itu, bantuan logistik untuk petugas di lapangan juga menjadi perhatian utama agar mereka dapat bekerja maksimal.
Karhutla yang terjadi saat ini menjadi peringatan keras bahwa pengelolaan hutan dan lahan tidak bisa dilakukan sembarangan. Pendekatan kolaboratif dan berkelanjutan harus diterapkan agar kerusakan lingkungan tidak terus berulang setiap musim kemarau.
Jika tidak ada tindakan tegas dan kesadaran bersama dari masyarakat, maka ancaman kebakaran hutan dan lahan akan terus menghantui wilayah-wilayah rawan seperti Toba. Dampaknya tidak hanya pada lingkungan, tetapi juga pada kesehatan, ekonomi, dan keberlangsungan kehidupan masyarakat sekitar.