
NEWMEDAN.COM –Terkait proyek infrastruktur jalan senilai Rp 231,8 miliar di wilayah Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Utara menyatakan tidak pernah mengetahui maupun membahas proyek tersebut dalam forum resmi legislatif. Pernyataan ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai transparansi dan mekanisme perencanaan proyek pembangunan di daerah tersebut.
Pernyataan ini disampaikan oleh Sekretaris Komisi D DPRD Sumut, Defri Noval Pasaribu, didampingi anggota Komisi D lainnya, Viktor Silaen, saat diwawancarai oleh media Waspada pada Rabu (2/7). Komisi D sendiri merupakan alat kelengkapan dewan yang secara khusus membidangi sektor pembangunan, termasuk infrastruktur jalan dan jembatan.
Keduanya memberikan tanggapan ini tak lama setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut, Topan Obaja Putra Ginting. Penangkapan tersebut dilakukan pekan lalu dan melibatkan empat orang lainnya.
Proyek-proyek yang dipersoalkan tersebut mencakup beberapa ruas jalan strategis di Tabagsel, antara lain proyek pembangunan jalan Hutaimbaru–Sipiongot dengan nilai kontrak Rp 61,8 miliar dan proyek pembangunan jalan Sipiongot–Batas Labuhanbatu Selatan dengan nilai Rp 96 miliar. Proyek ini diduga terkait dengan praktik korupsi yang kini tengah diusut KPK.
Selain itu, proyek preservasi jalan Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal XI tahun anggaran 2023 senilai Rp 56,5 miliar, serta kelanjutan proyek jalan yang sama di tahun anggaran 2024 senilai Rp 17,5 miliar, juga dipertanyakan. Bahkan, proyek rehabilitasi dan penanganan titik longsor untuk tahun anggaran 2025 turut disebutkan.
Defri Noval Pasaribu mengaku terkejut saat mengetahui keberadaan proyek-proyek tersebut. Ia menegaskan bahwa Komisi D tidak pernah membahas proyek tersebut dalam rapat komisi maupun rapat gabungan dengan Badan Anggaran (Banggar) DPRD. “Kita sama sekali tidak tahu. Ini proyek tahun berapa, apakah masuk di APBD murni atau APBD perubahan, tidak ada informasi,” ujar politisi NasDem tersebut.
Ia menambahkan bahwa seharusnya setiap proyek besar, terutama yang menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), wajib melalui proses pembahasan di DPRD. Hal ini penting untuk menjamin adanya pengawasan legislatif serta keterbukaan penggunaan anggaran publik.
Dengan tidak adanya pembahasan atau pemaparan anggaran di Komisi D, Defri mempertanyakan legalitas dan proses administrasi proyek tersebut. Menurutnya, setiap rencana proyek pemerintah harus terlebih dahulu dibahas bersama Banggar sebelum disahkan dalam rapat paripurna DPRD Sumut.
Lebih jauh, ia mengkritik sistem perencanaan yang tertutup dan menyebut bahwa ketidakterlibatan DPRD dalam proses tersebut menjadi preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan daerah. “Ini mencederai semangat transparansi dan akuntabilitas. Bagaimana mungkin proyek sebesar ini tidak diketahui oleh komisi yang membidanginya?” ungkapnya.
Defri juga mengingatkan bahwa fungsi pengawasan DPRD terhadap proyek pembangunan sangat penting untuk memastikan bahwa dana publik benar-benar digunakan sesuai kebutuhan dan tidak diselewengkan. Ia menekankan bahwa pengawasan terbuka merupakan prinsip utama dalam tata kelola pemerintahan yang baik.
Sementara itu, Viktor Silaen menyampaikan keprihatinannya atas praktik-praktik yang tidak sesuai prosedur ini. Ia mendesak agar Gubernur Sumut dan pihak eksekutif segera memberikan penjelasan resmi kepada DPRD dan masyarakat terkait status serta asal usul anggaran proyek tersebut.
Menurut Viktor, transparansi anggaran harus menjadi prioritas utama di tengah meningkatnya kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik. Ia menilai bahwa pengawasan legislatif harus diperkuat untuk mencegah terulangnya kasus-kasus serupa di masa depan.
Seiring dengan perkembangan kasus OTT oleh KPK, publik kini menantikan hasil penyelidikan yang dapat membuka fakta-fakta baru terkait proyek infrastruktur jalan di Tabagsel tersebut. Kasus ini berpotensi menjadi pintu masuk untuk membongkar dugaan penyimpangan anggaran yang lebih luas.
Dalam waktu dekat, DPRD Sumut direncanakan akan memanggil pihak-pihak terkait, termasuk Dinas PUPR dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), untuk memberikan klarifikasi resmi. Pemanggilan ini dilakukan demi menegakkan fungsi pengawasan dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak bahwa tata kelola pembangunan daerah harus dijalankan secara terbuka, partisipatif, dan sesuai peraturan yang berlaku. Keterlibatan DPRD bukan hanya prosedural, tetapi esensial dalam menjamin keadilan dan efisiensi penggunaan uang rakyat.